widgets
English French German Spain Italian Dutch
Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Senin, 15 Juni 2009

Kerajaan Dusun Tuo dan Bungo Satangkai.

Setelah Kerajaan Pasumayam Koto Baru berakhir dengan Rajanya Sri Maharajo Dirajo yang kemudian digantikan oleh Dauk Suri dirajo Maka selanjutnya muncul 2 orang pemimpin yang bernama Datuk Katumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang. Sebagaimana dikatakan sebelumnya kedua orang tokoh ini seibu berlainan Bapak.
Datuk Katumanggungan mendirikan Kerajaan Bungo Satangkai di Sungai Tarab dan sebagai yang dipertuan adalah Datuk Banadaro Putieh. Sedangkan datuk Perpatih Nan Sabatang meninggalkan Nagari Pariangan Padang Panjang dan mendirikan Nagari V Kaum XII Koto dan IX Koto di Dalam. Didaerah ini yang berdaulat Datuk Perpatih Nan Sabatang sedangkan pemerintahan sehari-hari dilaksanakan oleh Dt, Bandaro Kuning. Yang termasuk Kerajaan Dusun Tuo adalah daerah yang termasuk Lareh Bodi Chaniago adalah Tanjung Nan Tigo dan Lubuak Nan Tigo. Sedangkan Kerjaan Bungo Satangkai meliputi Langgam Nan Tujuh.
Semasa Kerajaan Dusun Tuo dan Bungo Satangkai diadakan perubahan Undang-undang di Mumbang jatuah di rubah dengan undang-undang Si Lamo-lamo intinya adalah bahwa sesuatu keputusan yang akan diambil diperhitungkan terlebih dahulu masak-masak, melarat dan memanfaatkannya. Hukuman yang telah dijatuhkan belum dapat dilaksanakan tetapi harus diberi Tenggang Waktu lebih dahulu agar hukuman itu benar-benar menghukum orang yang bersalah.
Yang melaksanakan Undang-undang Si Lamo-lamo adalah Kerajaan Dusun Tuo di bawah pimpinan Dt. Perpatih Nan Sabatang, sedangkan Kerajaan Bungo Setangkai di Bawah pimpinann Dt.Katumanggungan tetap bertahan dengan undang-undang si Mumbang Jatuh. Akhirnya kedua tokoh ini terjadi perselisihan. Perselisihan ini akhirnya diadakan perdamaian dan ikrar bersama ditandai dengan Batu Batikam. Isi perdamaian bahwa Undang-undang Silamo-lamo berlaku bagi seluruh Minangkabau dan Adat Bodi Chaniago dan Koto Piliang sama-sama berlaku bagi seluruh rakyat Minangkabau.
Selanjutnya terjadi pula perubahan yaitu Undang-undang si Lamo-lamo diganti dengan Undang-undang Tariek Baleh. Sebagai contoh Undang-undang Tariek Baleh ini adalah:

Salah tariek mangumbalikan
Salah cotok malantiengkan
Salah makan mamuntahkan

Artinya kesalahan yang diperbuat seseorang dapat diuperbaikinya kembali sebelum hukuman dijatuhkan kepadanya.
Akhirnya Undang-undang Tariek Baleh ini terjadi lagi perubahan yaitu Undang-undang Duo Puluah yang diberlakukan di seluruh Minangkabau baik di Lareh Koto Piliang dan Bodi Chaniago yang mana sampai sekarang masih berfungsi sebagai Hukum Adat di Nagari-nagari pada saat sekarang.
Yang dapat kita ambil kesimpulan adalah bahwa semasa Dt. Katumanggungan dan Dt, Perpatih Nan Sabtang betul-betul telah mereka susun adat Minangkabau yang nenjadi pegangan bagi orang Minangkabau sejak dahulu sampai sekarang. Tidak mengherankan kalau nama Dt. Katumanggungan dan Dt. Perpatih Nan Sabatang tidak dapat dilupakan oleh orang Minangkabau sepanjang masa.

0 komentar:

Posting Komentar